Kamis, 07 September 2017

Ramadan Ala Wabup KH A. Muqit Areif

Kerap Diprotesi si Bungsu, Tetap Jaga Kesederhanaan Keluarga

   Tahun ini merupakan puasa kedua yang dijalan KH Abdul Muqit Arief dengan status sebagai Wakil Bupati Jember. Sebagai pejabat publik, kesibukan Ra Muqit -sapaan akrabnya- berbeda dengan saat dia masih fokus mengasuh pesantren di plosok Jember.

                                                            
ADI FAIZIN, Jember
                                                            


LINTAS KALANG. KH A. Muqit Arief (dua dari kanan)
bersama Dandim 0824 Jember Letkol Inf Rudianto. saat
memenuhi undangan buka puasa bersama dari muslim
Tionghoa.
  SEJAK menjadi orang penting di Jember, KH A. Muqit Arief harus pandai membagi waktu antara keluarga dengan kesibukan di luar. Pada bulan puasa ini, Ra Muqit banyak mendapat undangan berbuka dari berbagai kalangan.
  Seperti pada hari Minggu sore (11/06) kemarin, Ra Muqit memenuhi undangan buka puasa bersama dari persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Jember di Masjid Muhammad Cheng Ho, Kaliwates Jember.
   Bagi Ra Muqit, acara buka puasa bersama ini cukup istimewa. Selain karena mengundang ratusan anak yatim piatu, donasi untuk bakti sosial juga berasal dari pengusaha muda Tionghoa Jember lintas agama.
   Ra Muqit memuji inisiatif para pengusaha Tionghoa non-muslim yang ikut serta dalam acara bakti sosial yang diadakan oleh PITI Jember.
   "Ini menjadi simbol toleransi yang harus diteruskan di Jember dan mengasihi anak yatim ini menjadi ajaran yang di tekankan oleh Rasulullah Muhammad SAW," tutur Ra Muqit sambari mengutip sebuah hadis Nabi tentang larangan mencium anak kandung di depan anak yatim piatu agar tidak menimbulkan kenestapaan bagi anak yatim piatu.
   
Takut Listrik Mahal, Anak Bungsu Larang Beli TV

Bagi kalangan muslim, momen buka puasa bisa menjadi acara yang istimewa untuk berkumpul bersama keluarga. Namun sejak menjadi wakil bupati, Ra Muqit lebih banyak menghabiskan waktu buka puasa bersama di luar ketimbang bersama keluarga.
   "Untung keluarga sudah beri pengertian bahwa saat ini kesibukan saya berbeda dibanding sebelum jadi Wabup. Yang protes hanya si bungsu saja, karena saya lebih sering buka puasa di luar," tutur Ra Muqit sembari tersenyum.
   Biasanya, si bungsu, M.Aiman Ainue Salifa yang masih duduk di kelas 4 SD kerap protes setiap kali Ra Muqit "izin" pulang ke rumah terlambat. Karena itu, dia biasanya memprioritaskan waktu akhir pekan untuk berbuka bersama keluarganya."Selain itu, quality time (waktu berkualitas) untuk keluarga adalah waktu sahur," lanjut pria asal Dusun Perbalan, Desa Karangharjo, Kecamatan Silo, Jember ini.
   Meski sudah menjadi pejabat tertinggi kedua di Pemkab Jember, Ra Muqit berusaha menekankan agar gaya hidup keluarganya tidak berubah. Tetap seperti sedia kala saat, seperti saat sebelum memenangkan Pilbup Jember bersama dr Faida."Menu makan tetap seperti dululah. Khas orang kampung karena memang kita keluarga dari desa," kata Ra Muqit.
   Kesederhanaan memang tergambar dari penampilan keseharian Ra Muqit. Seperti pada sore itu, dia menggunakan sarung dan kemeja putih yang sepintas tidak terlihat mewah. Saat berbuka pun, Ra Muqit tampak berbaur dengan warga pada umumnya. Beberapa kalangan, khususnya anak muda, tampak antusias mengajak Ra Muqit berfoto bersama.
   Salah seorang perempuan muda yang antusias meminta foto bersama, sempat menjadi bahan candaan rekan-rekannya karena dianggap memiliki paras yang mirip dengan dr Faida, mitranya dalam memimpin Jember."Wah ada pasangan bupati-wabup baru nih, haha," seloroh beberapa peserta buka bersama PITI Jember kemarin.
   Usai santap berbuka, Ra Muqit melanjutkan dengan jamaah salat magrib dengan jamaah lain. Meski menyandang status sebagai Wabup sekaligus kiai pengasuh pesantren dengan ribuan santri, Ra Muqit tak canggung untuk menjadi makmum kepada seorang bintara Polri.
   Ra Muqit menceritakan, dia selalu mengenang pesan dari KH Ahmad Basyir,kiainya di Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep Madura. Saat itu, Muqit muda mendapat wejangan dari sang kiai sepuh, sesaat sebelum Ra Muqit pulang ke Jember untuk menjalankan amanah orang tuanya, guna mengasuh Pondok Pesantren Al-Fatah, Silo Jember."Kiai saya berpesan, kalau kamu memimpin pesantren untuk membangun kekiaian kamu, sebaiknya segera berhenti saja dari sekarang. Tetapi kalau niat kamu untuk meninggikan agama Allah, saya selalu mendoakan kamu," tutur Ra Muqit menirukan amanah sang kiai sepuh.
   Kenangan semasa menuntut ilmu di Pondok Pesantren Annuqayah memang begitu meresap di kalbu Ra Muqit. Maklum saja, dia menurut ilmu di pesantren salaf tersebut selama sekitar 14 tahun, sebelum kemudian mengamalkannya ke Jember. Pesan dari sang kiai itu pula yang menjadi bahan pertimbangan Ra Muqit sebelum menerima tawaran untuk maju berpasangan dengan dr Faida dalam pemilihan Bupati Jember 2015.
   "Kalau saya jadi Wabup hanya bangga-banggaan saja, naudzubillah. Karena itu saya berusaha dari awal meluruskan niat saya sebagai sarana untuk bermanfaat bagi masyarakat tutur pria kelahiran Jember, 21 Maret 1962 ini.
   Sesaat setelah terpilih menjadi Wabup pun, Ra Muqit sudah menekankan kepada istri dan keempat anaknya, bahwa jabatan ini hanya sementara. Setelah selesai mengemban amanah politik ini, keluarganya akan kembali seperti biasa.
   "Alhamdulillah, anak-anak juga bisa memahami bahwa ayahnya berasal dari orang desa. Dua anak saya, kalau kembali ke pondok Annuqoyah, juga masih naik bus seperti biasa. Tidak mau diantar pakai mobil," kata suami dari Hj Maimunah Jauhari ini.
   Salah satu yang berkesan bagi Ra Muqit adalah saat dia dan istri berencana membeli televisi baru untuk ditaruh di rumah pribadinya. Saat melontarkan rencana itu, putra bungsunya, Aiman tidak setuju. Alasannya, cukup membuat orang tergelak.
   "Ini bener, bukan rekayasa. Dia bilang:Abah, kalau nanti beli tv, bayar listriknya kan mahal. Nanti kalau abah sudah enggak jadi Wabup lagi, nanti bayar listriknya gimana," tutur Ra Muqit menirukan pertanyaan polos anaknya sembari tertawa.
   Namun demikian, Ra Muqit mengaku bersyukur dengan cara hidup keluarganya. Sikap mereka cukup berarti baginya dalam menjalankan amanah dari masyarakat Jember. Puasa, bagi Ra Muqit juga dimaknainya sebagai wahana untuk melatih kesabaran. Hal ini dirasakan sangat penting dalam menjalani berbagai tantangan kerasnya dunia politik.
   "Kalau dari wejangan kiai-kiai kita, puasa itu berarti meninggalkan amarah dan kebencian. Sepanas apa pun politik, kalau kita sadar, maka akan menjadikan kita berpikir tenang," tutur alumnus Institut Keislaman Annuqayah (instika) ini.
   Pengendalian emosi itu pula yang selalu berusaha dijadikan kunci dalam menjalankan amanah dan mengatasi godaan syahwat politik.(c1/hdi)
Sumber: Jawa Pos Radar Jember Selasa, 13 Juni 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar