Smart Buyer and Smart Seller
MEMASUKI Bulan Ramadan, saudara pasti akan berhadapan dengan berbagai macam kebutuhan. Mulai kebutuhan yang sepele sampai kebutuhan yang berkelas. Mulai dari harga ribuan sampai harga jutaan.

Fenomena tersebut akan selalu berulang-ulang setiap tahunnya. Dan para pelakunya baik pembeli maupun penjual, sangat paham akan keadaan tersebut. Sekarang saatnya kita bersama meliha dari sisi smart buyer dan dari sisi smart seller.
Jadikan Diri Sendiri sebagai Smart Buyer atau Smart Seller
Apa itu smart buyer? Smart buyer adalah pembeli cerdas, begitu bahasa gampangnya. Smart buyer, adalah pembeli yang selalu teliti dalam melihat barang sebelum pembeli, baik membeli barang di dunia online maupun di dunia offline.
Biasanya yang dilihat pertama adalah harga jualnya. Lalu yang dilihat adalah gambar yang di tampilkan di layar kaca handphone atau komputer, itu kalau mencari di dunia online, kalau di dunia offline ya pastinya datang ke gerainya dan melihat serta menyentuh barangnya secara langsung. Biasanya juga disertai pertanyaan-pertanyaan yang kritis tentang barang yang akan dibelinya. Sehingga kadang terkesan seorang smart buyer itu orang yang cerewet.
Lalu kita akan melihat juga dari sisi smart seller. Apa itu smart seller? Smart seller adalah penjual yang cerdas, begitu bahasa gampangnya. Seorang smart seller tentu akan melakukan yang terbaik buat smart buyernya. Kalau hal utama yang dilihat dari seorang smart buyer adalah pertimbangan harga, maka sebuah barang bisa dijual lebih murah dari harga yang ditampilkan oleh pesaingnya. Harapannya tentu barangnya akan lebih laku dulu daripada barang pesaingnya. Pemasangan brosur, banner dan segala macam bentuk informasi yang mengajak smart buyer untuk melirik barangnya dilakukan besar-besaran.
Kata-kata semacam diskon, obral, jual rugi, harga opening store, limited edition, cashback dan sebagainya selalu merasuk kedalam pikiran seorang smart buyer.
Kejujuran dari seorang smart seller didalam mendeskripsikan keadaan barangnya juga menjadi poin penting untuk bisa menarik seorang smart buyer untuk membeli barangnya. Semakin rinci diskripsinya, semakin menarik untuk dibeli. Apalagi ditambah testimoni dari pembeli-pembeli terdahulu. Foto-foto resi dari ekspedisi juga dilampirkan sembari memberi ucapan terimakasih kepada bapak A dan ibu B atas pembelian di toko onlinenya. Hal yang sama juga berlaku di toko offline. Seorang smart seller juga harus dibekali kemampuan memahami barang apa yang dijualnya. Penggunaan barangnya serta garansi selalu menarik seorang smart buyer untuk membeli barangnya.
Itu penjelasan secara teoritis tentang seorang smart buyer dan smart seller. Bisakah semuanya itu dilakukan dengan baik benar? Inilah yang menjadi pertanyaan besar saat kita menjadi pertanyaan besar saat kita menjadi seorang smart buyer maupun seorang maupun menjadi smart seorang smart seller. Pada kenyataannya masih banyak kekurangan di sana sini dalam menerapkan prinsip-prinsip smart buyer dan smart seller.
Dari kacamata seorang smart buyer yang membuat dirinya kritis, tidak percaya, dan terlihat cerewet adalah ketidakpercayannya terhadap seorang smart seller. Misalnya barang A dijual seharga Rp 100.000 maka yang ada di dalam benak seorang smart buyer adalah kalau perlu barang tersebut ditawar lagi di bawah harga Rp 100.000 Kan lumayan bisa berhemat bisa berhemat sekian rupiah kalau harga barang A tersebut dirunkan.
Namun dari kacamata seorang smart seller, jikalau harga yang sudah tertulis itu masih ditawar lagi, maka akan ada pengurangan keuntungan yang didapatkannya. Dan jikalau sering mendapatkan perilaku seperti itu dari seorang smart buyer, maka biasanya harga yang ditulis akan dinaikkan dulu. Jaga-jaga kalau ditawar lagi.
Kalau hal itu terjadi terus menerus maka profil smart tidak berlaku lagi. Baik dari sisi buyer maupun sisi seller. Masing-masing pihak sudah tidak lagi bisa dipercaya dan mempercayai. Kembali ke perdagangan tradisional lagi. Masing-masing pihak sesuka hati dalam menentukan harga jual, menentukan kualitas barang, menentukan diskon dan sebagainya.
Mari, mumpung kebutuhan demi kebutuhan sudah demikian mendesak, belajarlah menjadikan diri sendiri menjadi smart buyer atau smart seller. Bagi smart seller, Jangan curangi timbangan yang ada, jangan ambil keuntungan yang fantasis, jangan campur telur busuk didalam telur yang baik, jangan jual es batu bekas orang lain, jangan curangi hak pembeli saudara.
Kalau sudah saudara dikenal sebagai seorang smart seller, tinggal tunggu waktu saja. Seorang demi seorang smart buyer akan datang ke tempat usaha saudara. Sesekali mereka tetap ke kodratnya sebagai buyer yang harus dan wajib menawar harga jual saudara. Senyumlah saja dan berikan jaminan bahwa sudah layak saudara menjual barang tersebut dengan tambahan keuntungan yang normal sebagaimana kualitas barang yang dijual itu. Bagi smart buyer, cari tahu dulu harga normalnya barang tersebut, jikalau sampai ada harga yang lebih dari umumnya, lihat apakah ada sesuatu yang membuat harga jadi lebih tinggi.
Barang kosong bisa jadi pemicunya, biaya ekpedisi yang jauh juga bisa jadi alasannya, dan kalau hal tersebut bisa dimasukkan akal, normal saja, beli saja, toh saudara juga membutuhkan barang tersebut. Namun jikalau memang ada unsur kesengajaan didalam menaikkan harga setinggi-tingginy. Meskipun itu masuk ke dalam prinsip ekonomi, tinggal saja, cari tempat lain yang lebih wajar.
Prinsipnya sederhana saja, jika "ya" katakan "ya". Jika "tidak" hendaknya kamu katakan juga "tidak". Sehingga kedepannya antar buyer dan seller tidak lagi saling menjatuhkan, namun akan berjalan normal. Untung normal, dapat barang juga yang memuaskan. semoga bermanfaat!
*Agus Susanto
(housemusicjember@gmail.com)
Sumber: Jawa Pos Radar Jember Minggu, 11 Juni 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar