Puasa dan Pembinaan Kesehatan Manusia
DALAM Alquran, hanya ada dua ayat yang berbicara mengenai puasa. Pertama, pada ayat 183 dari Surah al-Baqarah, yang menekankan kewajiban berpuasa bagi orang-orang mukmin, Kedua, pada ayat 26 dari Surah Maryam, yang berbicara tentang puasa yang dinazarkan oleh Maryam, tetapi yang dimasukan adalah puasa bicara puasa bicara (menahan diri tidak bicara).
Oleh:
Prof Dr MAHJUDDIN*
Ada pendapat yang mengatakan, bahwa ajaran Ilahi yang paling awal di wajibkan kepada manusia adalah ajaran puasa, yang diwajibkan kepada Nabi Adam AS. Yaitu diwajibkan padanya berpuasa setiap tahun berjumlah 40 hari.
Puasa Bangun Kekuatan Spiritual dan Sosial
Kemudian ajaran tersebut, diwajibkan lagi kepada Nabi Dawud AS, yaitu diwajibkan berpuasa sehari lalu berbuka sehari (tidak berpuasa) pada hari berikutya. Kemudian hari berikutnya lagi ia berpuasa dan seterusnya ia berbuka (tidak berpuasa) hingga mencapai setahun.
Sehingga kalau dalam satu tahun Masehi berjumlah 366 hari, maka tentu saja puasanya Nabi Dawud selama satu tahun berjumlah 183 hari, dan angkat tersebut merupakan nomor ayat dalam surah al-Baqarah ayat 183. Berarti penafsiran "Kam kutiba 'al alladhna min qablikum" dipahami sebagai kewajiban puasa sebagaimana diwajibkan kepada pendahulumu, yaitu Nabi Dawud AS, yaitu Nabi Sulaiman AS diwajibkan berpuasa setiap tahun pada bulan tertentu. Yaitu tiga hari pada awal bulan, tiga hari di pertengahan bulan dan tiga hari juga di akhir bulan. Nabi Isa diwajibkan berpuasa selama-lamanya, yang diabadikan ceritanya dalam kitab "al-Majlisu al-Saniyyah" halaman 89 yang ditulis oleh Syekh Muhammad Hijazi al-Fasyani yang mengatakan, bahwa: Nabi Isa berpuasa selama-lamanya dan pada setiap malam, ia melakukan Salat sunnah sepanjang malam hingga menjelang waktu subuh.
Puasa yang diwajibkan kepada seluruh Nabi, merupakan wahana untuk membangun kekuatan spiritual dan kekuatan sosial pada diri setiap manusia, apalagi seorang Nabi dan Rasul yang diharapkan menjadi pemimpin bagi umatnya. Ternyata puasa juga membangun tenaga dalam bagi setiap manusia. Kekuatan tenaga dalam menurut penelitian Kunkel dan Alport (pakar ahli tenaga dalam) mengatakan, bahwa tenaga dalam yang dimilikioleh setiap manusia, sebenarnya kekuatannya mencapai 90 prosen, sedangkan tenaga luarnya hanya mencapai 10 prosen.
Tenaga dalam tersebut jarang tampak, karena manusia yang memilikinya tidak pernah berusaha memunculkannya. Sehingga tenaga tersebut bisa saja muncul tatkala seseorang mengalami kondisi setengah sadar; misalnya seseorang dikejar oleh anjing hutan, ia dengan kondisi setengah sadar, ia sanggup memanjat pohon untuk menyelematkan dirinya, padahal sebelumnya ia tidak dapat melakukan seperti itu. Ia dapat memanjat karena kekuatan tenaga dalamnya yang muncul, lantaran ia ketakutan digigit oleh anjing hutan.
Melakukan puasa, dapat menumbuhkan tenaga dalam yang kekuatannya berlipat ganda, hingga mencapai sembilan kali kelipatan dari tenaga luar. Ada cerita yang mengatakan, bahwa pembuat candi Prambanan di Jawa Tengah yang begitu tinggi. Lalu batu yang sebesar itu dapat diangkat naik ke atas candi tersebut oleh pekerja yang berbulan-bulan melakukan puasa, karena ketika jaman itu, belum ada mesin katrol (mesin pangkat barang yang berat). Sehingga barang sebesar apapun hanya dapat diangkat oleh tenaga manusia.
Disamping efek puasa yang dapat menumbuhkan tenaga dalam yang begitu dahsyat, puasa juga dapat dijadikan sarana untuk membina kesehatan manusia. Karena puasa sebagai sarana pencegahan datangnya penyakit yang disebut dengan tindakan preventif atau amalual-wiqayah, tindakan pemeliharaan diri dari penyakit, yang disebut dengan tindakan represif atau amalualinayahdan tindakan pengobatan atau penyembuhan suatu penyakit tindakan kuratif (amalual'laj) atau amalual-tadawa.
Puasa sebagai upaya untuk mencegah mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak lemak, guna memelihara kesehatan manusia, dibuktikan dengan puasa untuk mengurangi kegemukan yang sering berpengaruh buruk terhadap kelangsungan hidup manusia. Ketika sesorang berpuasa, otomatis orang tersebut sudah mengamalkan larangan dokter yang melarang mengonsumsi makanan yang mudah memicu kegemukan. Dan puasa juga merupakan amalan agama yang sekaligus sebagai tindakan pananggulangan atau pengobatan penyakit lambung dan upaya penurunan tekanan darah tinggi (hipertensi).
Itulah sebabnya, sehingga orang yang akan dideteksi tekanan darahnya, dianjurkan oleh dokter agar ia tidak sarapan (tidak makan pagi), untuk mengetahui keaslian darah yang akan dideteksi oleh dokter. Begitu juga halnya, pengobatan penyakit lambung (penyakit mag). puasa juga yang dapat menanggulanginya. Kadang orang keliru memahami puasa sebagai upaya pengobatan penyakit lambung, karena puasa hari pertama yang ia lakukan, sering ia merasakan sakit, padahal ia tidak memahami bahwa hari pertama puasa yang dirasakannya sakit, merupakan proses penyembuhan lambungnya yang sakit, bukan memperparah penyakitnya.
Sebagai contoh, luka yang kibat terkena benda tajam, lalu diobati dengan obat merah (yudium), pasti dirasakan perih sakit akibat bekerjanya obat yudium tersebut untuk menyembuhkan luka. Puasa hari kedua, pasti sakit lambung agar berkurang, hingga hari ketiga dan seterusnya, pasti tidak dirasakan lagi sakit. Oleh karena itu, disinilah kebenaran doktrin (ajaran Islam) yang diungkapkan dalam hadis yang mengatakan,"berpuasalah agar engkau selalu sehat."
Setiap kewajiban, anjuran atau kebolehan dalam ajaran Islam, tidak hanya mengandung perintah agama saja, tetapi pasti ada efek psikologis, efek kesehatan dan efek sosial yang terintegrasi di dalamnya. Kewajiban untuk selalu mengingat Allah, dimana saja dan kapan saja manusia berada, untuk memelihara perilaku manusia, sehingga dimana saja dan kapan saja, ia harus selalu menjaga perilakunya, jangan sampai lengah lalu mengerjakan hal-hal yang buruk, maka manusia selalu harus muraqabah dan muhasabah.
Begitu juga halnya, manusia dianjurkan makan dan minum makanan dan minuman yang tidak memabukkan, untuk memelihara kesehatan dirinya, sebagai tindakan yang sehal. Dalam Islam juga ada kewajiban zakat, sebagai ibadah mahah (ibadah ritual) yang mengandung aspek sosial. Yaitu memberikan sebagian kecil harta kepada fakir miskin. Sedangkan puasa yang menjadi kajian dalam pembahasan ini, mengandung ajaran solidaritas yang tinggi. Yaitu orang yang sedang berpuasa, pasti merasakan lapar yang sering dialami oleh fakir miskin, sehingga hatinya terdorong untuk selalu mau memberikan bantuannya kepada fakir miskin.
Jadi sebenarnya puasa tidak hanya menimbulkan kondisi fisik dan rohani yang sehat, tetapi termasuk juga ajaran yang selalu membina manusia sebagai makhluk Allah, sebagai makhluk individual dan sebagai makhluk sosial.(*)
*Penulis adalah Dosen
IAIN Jember
Sumber: Jawa Pos Radar Jember Jumat, 12 Mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar