Muridnya Tua-Tua, yang Bolos Harus Dijemput
Berbagi ilmu sudah jadi kewajiban. Apalagi, ilmu yang dibagikan bisa bermanfaat untuk banyak orang. Seperti yang dilakukan para prajurit TNI ketika mengajar warga Desa Karangbayat, Kecamatan Sumberbaru, yang tak bisa baca dan tulis. Seperti apa?
RULLY EFENDY, Jember
![]() |
AJARI BACA TULIS: Danramil Arjasa Kapten (Arm) Fathulloh mengajari para warga membaca dan menulis, di musala desa Karangbayat yang disulap jadi kelas dadakan. |
SIANG menjelang sore, musala kecil tak jauh dari Kantor Kepala Desa (Kades) Karangbayat, Kecamatan Sumberbaru, selalu ramai dengan warga parobaya dan lanjut usia.
Keramaian di musala itu semakin mencolok, sejak para prajurit memulai program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) yang ke-98 di tahun 2017.
Sejumlah warga perempuan berkerudung Sedangkan warga pria, tak lupa berkopiah dan bersarung. Mereka datang bukan untuk pengajian. Sebab tidak ada kiai yang datang di musala itu. Namun, mereka hendak belajar menulis dan membaca. Karena mereka sekelompok warga buta aksara. Maklum saja, semasa kecil mereka tidak pernah sekolah.
Pengajarannya, bukan guru seperti pada umumnya. Karena mereka, para prajurit tentara yang mengabdi untuk pembangunan desa. Sengaja turun langsung menjadi guru "dadakan" khusus murid tua tak bisa baca, karena di Desa Karangbayat, disebut sebagai desa paling banyak buta aksaranya di Kabupaten Jember. Bahkan jumlahnya, diklaim mencapai 1.160 orang buta aksara.
Pakai Pola Pembelajaran Seefektif Mungkin
Meski mendadak jadi guru, para prajurit TNI tak pernah mengubah penampilannya setiap mengajar. Terkadang, memang tampak songar dengan seragam dorengnya. Namun prajurit yang jadi guru itu, tidak pelit melempar senyum keramahan. Tujuannya, supaya para murid tua mereka, tetap enjoy mengikuti mata pelajaran.
Salah satu tentara yang mendadak jadi guru ialah Sertu Muhammad yahya. Prajurit TNI dari Kodim 0824 Jember, itu rupanya senang bisa mentransformasikan ilmunya untuk warga pinggiran. Meski pun hanya baca tulis yang diajarinya, namun tentu tak mudah dia lakukan. Apalagi, sama sekali tak ada bekal ilmu keguruan yang disandangnya.
Belum lagi para muridnya yang sudah berumur senja. Bahkan, semua muridnya jauh lebih tua dibandingkan usianya. Semisal dibandingkan, ada juga umur dari mereka yang sebanding dengan ayahnya."Caranya, mengajar dengan pendekatan hati. Meski jujur, saya tetap harus berhati-hati," tuturnya.
Kehati-hatian Sertu Yahya, tak lain untuk menjaga semangat mereka supaya tetap giat belajar membaca dan menulis. Sebab persoalan klasik, para muridnya juga sering memilih bolos. Terlebih, saat mereka memiliki kesibuan di keluarganya masing-masing.
Saat mereka tidak masuk kelas, beberapa prajurit TNI lainnya membagi tugas. Menjemput ke rumah para murid tua dan membujuk. Tentu, dengan berbagai jurus rayuan. Namun yang menarik, perbedaan pangkat tidak menjadi sekat di ruang kelas buta aksara.
Seperti yang ditunjukkan Kapten (Arm) Fathulloh yang tak lain Komandan Koramil 0824/02 Arjasa. Dia tidak tampak canggung, apalagi jaim meski harus bareng jadi guru buta aksara, dengan para tentara yang berpangkat di bawahnya. "Ya. Karena ini pengabdian," imbuhnya.
Soal metodologi pembelajaran, sang kapten dan pasukannya, bisa belajar cepat dari panduan buku Batung Bingar. Sebuah akronim membaca, menulis, menghitung, beberapa dan mendengarkan. Namun diakuinya, persoalan komunikasi, menjadi salah satu faktor terberatnya. Sebab mayoritas muridnya di sana, tidak bisa aktif berbahasa Indonesia.
Maklum saja, secara sosiologi, keseharian masyarakat di sana berbahasa Madura. Belum lagi usi muridnya yang sudah menua, menurunkan tingkat pendengarannya."Sehingga cukup sulit menyerap pelajaran dengan maksimal," imbuhnya.
Namun, mereka tetap optimistis mampu mendidik para siswanya, Meski dengan otodidak, guru dadakan itu memiliki cara ampuh yang disebutnya pola pembelajaran yang efektif. Mereka menyebutnya metodologi aplikatif."diajari, dipraktikkan, dihafalkan sampai dimengerti. Begitu seterusnya," kata Kapten Fathulloh.
Komandan Kodim 0824 Jember, Letkol (inf) Rudianto, menilai jadi guru di daerah pinggiran seperti di Desa Karangbayat, bukan hanya sekadar membekali mental psikologis. Sebab katanya, tenaga prima juga harus disiapkan. Apalagi, lokasi TMMD itu berjarak sekitar 45 kilometer dari pusat kota Jember."Belum lagi harus masuk ke pelosok desa yang sulit diakses," ujarnya.
Meski banyak tantangan, namun rupanya Kodim 0824 Jember memasang target 11 program pembangunan desa yang harus tuntas selama sebulan pelaksanaan TMMD 2017.
"Pembangunan itu mulai dari infrastruktur di desa hingga perbaikan rumah layak huni bagi masyarakat setempat," ungkapnya.
Beruntung kata Letkol Rudianto TMMD yang digelar diwilayahnya tersebut, mendapat dukungan penuh dari Pemkab Jember. Bahkan saat pembukaan TMMD yang digelar 5 April 2017 lalu, Bupati Jember dr Faida MMR, sampai rela ngantor di Desa Karangbayat bersama jajaran di Pemkab Jember. Bahkan, warga binaan (narapidana) Lapas Kelas II A Jember yang sudah masuk masa asimilasi, juga ikut dalam program tahunan membanggakan TNI tersebut.(rul/c1/hdi)
Sumber: Jawa Pos Radar Jember Jumat, 28 April 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar