Ada Yang Jadi Takmir Masjid, Ada Pula Mendadak Ngajar Ngaji
Penjara bukan hanya jadi tempat menunggu waktu. Apalagi, hanya disebut sebagai area hukuman bagi yang bersalah. Sebab di dalam penjara, rupanya juga bisa menjalani hidup yang lebih bermanfaat.
RULLY EFENDI, Jember
![]() |
GURU NGAJI : Hasi Madani (berdiri), mantan Kepala Dinas Pasar Pemkab Jember yang pernah mondok di ponpes ikut ngajari napi lain untuk belajar mengaji. |
MEREKA bukan ustaz. Apalagi disangka jadi kiai. Karena mereka adalah para mantan pejabat yang di penjara di Lapas Kelas II A Jember. Namun meski demikian, pengetahuannya soal baca tulis Alquran cukup mumpuni. Maklum saja, sebelum jadi pegawai negeri sipil (PNS), mereka pernah mondok dan jadi santri.
Santri para mantan pejabat itu memang tidak banyak. Hanya ada 26 narapidana. Dibilang sedikit, karena total penghuni Lapas Jember ada 800-an warga binaan. Meski tidak begitu banyak, namun mereka tetap giat menularkan ilmu keagamaannya. Bahkan supaya saling berkesempatan berbagi, para mantan pejabat itu mengatur waktu untuk bergilir.
Seperti Selasa (6/6) siang lalu. Mantan Kepala Dinas Pasar Hasi Mahdani, berkesempatan menjadi guru ngaji. Pria asal pulau Madura di Sumenep, itu fokus mengajar anak didiknya soal harakat. Sengaja memilih harakat, karena baginya, tanda baca akan memperjelas gerakan dan pengucapan mulut Arab diAlquran. "Harakat penting. Sebab keliru melafalkan bacaan Alquran, bisa beda arti," tuturnya.
Progam Buka Bersama Keluarga dalam Lapas
Rupanya, Hasi Mahdani, juga memiliki teknik mengajar ngaji yang diyakininya cukup efektif. Para santrinya, dia bagi beberapa kelompok kecil. Setiap kelompok, tidak boleh melebihi 6 orang. Tujuannya supaya efektif. Setiap anggota kelompk, dimintanya satu per satu membaca Alquran. Sementara yang lain, saling menyimak bacaannya.
Semisal pembaca ditemukan ada yang salah melafalkan harakatnya, diberi sanksi menulis bahasa Arab yang dibaca di papan putih yang sudah tersedia. Kemudian, giliran Hasi Mahdani, memberikan penjelasan tentang pengucapan yang benar sesuai harakatnya.
Hasi, sengaja menerapkan sanksi yang mencerdaskan. Biasanya di luar, sanksi menghadirkan bullying bagi orang yang menerima sanksi. Kemudian, diejek ramai-ramai oleh temannya yang kebetulan tidak keliru saat itu."Kalau di sini, disanksi tapi diberi ilmu. Karena disuruh menulis itu, bagian dari transformasi ilmu," terangnya, bagian dari transformasi ilmu," terangnya dengan nada filosofi.
Sama dengan visi misi lembaga pemasyarakatan. Seperti yang dia rasakan, lapas bukan tempatnya orang dihukum. Tetapi, jadi media memasyarakatkan orang yang dinilai melanggar hukum, supaya memiliki kualitas hidup yang lebih baik.
Meski jadi panglima masjid di siang itu, rupanya Hasi tidak berkuasa sepenuhnya. Sebab, ada pengawas yang tentunya bertugas memberi evaluasi tentang teknik dan efektivitasnya mengajar Alquran. Pria yang bertugas demikian, langsung ketua takmir Masjid Al Ikhlas Lapas Jember.
Sang ketua takmir, juga mantan pejabat teras Pemkab Jember. Posisi terakhirnya, menjabat jadi Kepala Disperindag dan ESDM Kabupaten Jember Achmad Sudiyono. Di lapas, pria itu akrab disapa Abah Achmad.
Sejak memasuki bulan Ramadan, Abah Achmad, memiliki belasan program kerohanian Islam di masjid yang dikelolanya. Semua penghuni lepas, wajib mengikuti salah satu dari belasan programnya. Meski wajib, mereka berhak memilih sesuai yang disukai. Sebab dia sadar, beribadah harus disesuaikan dengan kehendak hati.
Dia mengakui, antara penguni lapas dan kapasitas di ruangan masjid, jauh tak imbang bahkan sangat jomplang. Supaya bisa terkaver dengan maksimal, dia harus memasang tenda di luar masjid."Sudah berupaya begitu, baru masih bisa menampung 100-an jamaah salat tarawih," katanya.
Namun bukan Achmad Sudiyono namanya, jika menyerah begitu saja. Dia terus memutar otak supaya semua penghuni lapas, bisa memanfaatkan bulan penuh berkah yang sangat cocok untuk pertaubatan. Sehingga, kebijakan salat tarawih bergantian pun, muncul dan disepakati para penghuni lapas."Kesepakatannya, tentu juga disetujui Pak Kalapas Tejo," akunya.
Achmad, menyadari bahwa dia dan rekan-rekannya sedang dipenjara. Namun tegas dia menyebut, soal beribadah di dalam jeruji besi tidak pernah dibatasi. Bahkan, Kalapas memberinya kebebasan beraktalisasi memakmurkan masjid di dalam kompleks lapas.
Sebagai mantan pejabat yang harus meringuk di sel penjara, dia mengaku tabah. Bahkan hikmahnya, dia mengaku semakin dekat dengan Allah SWT. Selama di dalam lapas pun, dia semakin mengerti tentang arti hidup sesuai hati."Bedanya di sini, tidak bisa kumpul dengan keluarga yang dirumah," tuturnya.
Namun, impian itu akan segera terwujud, karena Kalapas Tejo Harwanto, rupanya memiliki program warga binaan buka bersama keluarganya di dalam lapas. "Bisa saja. Bergilir. Jadwalnya, menggeser jadwal besuk yang awalnya siang jadi sore," terangnya.
Mantan petugas Lapas Nusakambangan itu menyadari secara psikologis warga binaan memang butuh waktu bersama keluarganya, menjalankan aktivitas religius. "Tujuan lapas ini membuat mereka semakin baik. Semisal itu yang akan membuat mereka tambah baik, akan kami lakukan dengan tulus dan ikhlas," terangnya.(c1/hdi)
Sumber: Jawa Pos Radar Jember Minggu, 11 Juni 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar