Takjil dengan Kurma dan Pepaya, Dilanjut Nasi Bungkus
Buka puasa di hari pertama selalu menjadi momentum berkumpulnya keluarga. Terlebih bagi keluarga yang super sibuk. Tak terkecuali bagi keluarga Bupati Jember dr Hj Faida MMR. Seperti suasana buka puasa di keluarga orang nomor satu Pemkab Jember ini?
RULLY EFENDI,Jember
![]() |
LENGKAP Bupati Jember dr Hj Faida MMR, mengawali buka puasa pertama dengan berkumpul bersama keluarga dan ibundanya. Widad Thalib, di Pendapa Wahyawibawagraha. |
TIDAK ada yang berlebihan. Meja makan di Pendapa Wahyawibawagraha di sore pertama Ramadan itu hanya terlihat sepiring kurma dan pepaya. Sedangkan lima cangkir dengan isi minuman beragam, tersaji di masing-masing tempat duduk anggota keluarga Bupati Jember dr Hj Faida MMR.
Sederhana dan menyenangkan. Begitu yang berulang kali mereka ucapkan. Di buka puasa pertama, Sabtu (27/5) itu, keluarga bupati hadir dengan formasi lengkap. Anak sulung bupati, Abdul Malik Akmal, yang kuliah di Surabaya, memilih pulang untuk berkumpul orang tua dan saudaranya di hari pertama puasa Ramadan.
Namun, yang mengaku paling bahagia di momen berkumpulnya keluarga bupati tersebut adalah seorang perempuan berumur 75 tahun. Perempuan itu Widad Thalib, ibunda Faida. Bahagia karena hari itu bisa berkumpul dengan anak ketiganya, menantu, dan kedua cucunya."Umi sudah tiga bulan tidak bisa makan bareng Faida," kata Widad.
Setiap Keluargaa Punya Peran Siapkan Buka
Sulitnya bertemu antara anak dan ibu bukan karena tempat tinggalnya yang berjauhan. Sebab, rumah sang ibunda di Jl Letjen Panjaitan, Sumbersari, yang hanya berjarak beberapa kilometer dari Pendapa Wahyawibawagraha. Namun, semua disebabkan kesibukan Faida yang sudah setahun lebih memimpin Jember.
Saat sang ibu dan anaknya saling rindu, mereka memanfaatkan waktu yang sama untuk bertemu. Salah satu yang sering mereka manfaatkan adalah saat keduanya sama-sama hadir dalam acara kondangan pengantin."Katemunya di lokasi. Saya ibunya harus ngantri. Karena anak Umi kini sudah jadi bupati. Umi ikhlaskan untuk melayani rakyatnya terlebih dahulu," tuturnya.
Bila tidak ada kondangan, Widad memilih menghubungi asisten pribadi bupati hanya untuk mencari bocoran agenda kerja sang anak. Lagi-lagi, dia tak mau mengganggu aktivitas pengabdian bupati dengan rakyatnya. Tujuannya sekadar ingin menatap wajah anaknya untuk melepas rindu."Seperti tempo dari di senam lansia," katanya.
Meski demikian, Umi Widad mengaku tidak pernah kehilangan Faida. Dia menilai, anaknya masih sederhana dan tetap tegas. Bahkan, meski sudah jadi bupati, soal memiliki makanan, seperti menu berbuka puasa, tetap mau membeli masakan pedagang pinggir jalan.
Mereka kompak berbagi peran. Si sulung Akmal kebagian hunting belanja makanan. Si bungsu yang masih duduk di bangku SMP, Abdurrahman Akhtar, menjadi penyeduh kopi layaknya barista. Sementara, teh untuk yang tidak meminum kopi tugas Faida yang menyajikan. Sedangkan drg Abdul Rochim, memilih peran mengupas pepaya. Sedangkan Umi Widad diperlakukan sebagai tamu istimewa.
Sudah biasa kerja tim dalam keluarga bupati. Mereka tidak mau ada jarak antara anak dan orang tuanya. Siapa pun yang bisa dan sanggup mengerjakan keperluan keluarga, dikerjakan bersama dengan enjoy."Dipemkab saya bupati. Kalau di rumah bareng keluarga seperti ini, saya ibunya Akmal dan Akhtar, istrinya Pak Rochim, dan anaknya Umi," tutur Bupati Faida sambil melempar senyum.
Bedug Magrib sudah berbunyi. Suara azan berkumandang. Mereka berlima membatalkan puasanya dengan makanan pembuka, seperti kurma dan pepaya, serta teh hangat. Lalu, salat Magrib berjamaah diimami drg Abdul Rochim. Setelah salat, mereka melanjutkan makan dengan nasi bungkus yang dibeli dari pedagang di pinggir jalan.(har)
Sumber: Jawa Pos Radar Jember Senin, 29 Mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar